Related papers
MUSYAWARAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN(Analisis Tafsir Al-Maragi, Al-Baghawi, dan Ibnu Katsir)
Ahmad Agis Mubarok
MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir , 2019
Deliberation is part of the teachings of Islam that already exist and are practiced by the Prophet Muhammad and his companions. The order to carry out this meeting is found in the Asy-Syuraa verse 38 and Ali Imran verse 159. Allah gives more attention to this deliberation, namely by giving the name Ash-Shura (deliberation) in one of the letters in the Qur'an. This proves the importance of deliberation in overcoming every issue of life. But not all life problems become objects or fields of deliberation. Only matters relating to social affairs can be used as objects of deliberation, while the affairs of Religion, which already have a text in the Qur'an, cannot be used as objects of deliberation. In this article the author will explain the interpretations of Al-Maragi, Al-Baghawi, and Ibn Kathir on the verse about deliberation, then show the similarities and differences between the three. Abstrak Musyawarah merupakan bagian dari ajaran Islam yang sudah ada dan dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Perintah untuk melaksanakan musyawarah ini terdapat pada surat Asy-Syura ayat 38 dan Ali Imran ayat 159. Allah memberi perhatian lebih terhadap musyawarah ini, yaitu dengan memberi nama Asy-Syura (musyawarah) pada salah satu surat dalam Al-Qur'an. Hal tersebut membuktikan betapa pentingnya musyawarah dalam mengatasi setiap permasalahan hidup. Namun tidak semua permasalahan hidup menjadi objek atau lapangan dari musyawarah. Hanya urusan yang menyangkut sosial-kemasyarakatan saja yang bisa dijadikan sebagai objek musyawarah, sementara urusan Agama, yang sudah ada nashnya dalam Al-Qur'an, tidak bisa dijadikan objek musyawarah. Dalam artikel ini penulis akan memaparkan penafsiran Al-Maragi, Al-Baghawi, dan Ibnu Katsir terhadap ayat tentang musyawarah, kemudian memperlihatkan persamaan dan perbedaan di antara ketiganya.
View PDFchevron_right
METODOLOGI AL-SHAUKANI DALAM PENTAFSIRAN AL-QUR'AN ANALISIS TERHADAP TAFSIR FATHAL-QADIR
suriyani jamil
Tafsir Fath al-Qadir merupakan karya monumental daripada Imam Muhammad bin Ali al-Shaukani yang muktabar di kalangan para ahli tafsir. Tafsir Fath al-Qadir adalah salah satu tafsir yag lahir dari kalangan penganut syi'ah zaidiyah. Dalam kajian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan analisis deskriptif yang menganilisis kepada beberapa literatur, kitab-kitab maupun buku-buku untuk selanjutnya mengumpulkan semua data yang diperoleh lalu membuat perincian sebagaimana tertera pada bab-bab selanjutnya. Objek utama penilitian ini adalah kitab Tafsir Fath al-Qadir karangan Muhammad "Ali al-Shaukani. Adapun sumber penulisan yang digunakan di antaranya sumber utama (primary) dan sumber tambahan (sekundary). Sumber utama adalah kitab Tafsir Fath al-Qadir karangan Muhammad Ali al-Shaukani sendiri, sedangkan sumber tambahan di antaranya kitab Tafsir wa al mufassirun karangan Muhammad Husein al-Zahabi, The Biography of al-Shaukani karangan Salahuddin "Ali abd al-Maujud, Metodelogi Tafsir karya mani"Abdul Halim Mahmud. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensenaraikan penjelasan tentang metode penulisan Tafsir fath al-Qadir, terkait sumber tafsir, manhaj tafsir juga kecenderungan dalam penafsiran. Juga untuk mengupas dan mengungkapkan beberapa kelebihan serta kekurangan Tafsir Fath al-Qadir. Hasil penelitian ini adalah untuk membuktikan bahawa Tafsir Fath al-Qadir merupakan salah satu tafsir kategori mazmum. Kesimpulannya, Tafsir Fath al-Qadir merupakan salah satu khazanah Islam dalam bidang al-Quran yang agung serta digalakkan untuk terus dipelajari karena sangat luas ilmu juga wawasan yang dapat dipetik darinya.
View PDFchevron_right
MAKNA MUSTADH'AFIN DALAM AL-QUR'AN Analisis Semantika Al-Qur'an Toshihiko Izutsu Oleh: Azis Sonhaji Tamami Winata (21202085) 5 IAT A Fakultas Ushuluddin
DEMA F Ushuluddin
Azis Sonhaji Tamami Winata, 2024
Al-Qur'an tidak terlepas dari unsur kebahasaannya karena hal tersebut merupakan salah satu kemukjizatan al-Qur'an. Dalam pemahaman terhadap al-Qur'an diperlukan kajian kebahasaan
View PDFchevron_right
Analisis Naskah Qasidah Munfarijah
Amimah Azmi
Isytaddi azmatu tanfarijii # qad aadzana lailuki bil balaji. Memuncaklah kamu,lalu sirnalah,malammu memngabarimu akan datangnya pagi. ج ر الُس أبو يغشاه حىت * ٌ ج ر ُس هل الليل وظالم Wa zhalaamun lalili lahu surujun # hatta yaghsyaahu abul faraji. di gelap malam ada bintang-bintang bercahaya sampai saatnya sinar mentari. تج اإلبان جاء فإذا * ر مطر هل اخلري وسحاب Wa sahabul khairi lahu matharun + fa idzaa jaa-al ibbaanu tajii. awan tebal itu tentu menyimpan hujan,bila saatnya hujan itupun turun. ل * ٌ ل َ ر ُج موالنا وفوائد ُس هج ر والم األنفس وج Wafaawaa-idu maulanaa jumalu + lisuurulil nafusi walmuhajii. Faidah-faidah dari pemilik kita itu tak sebilang banyaknya untuk menyenangkan semua jiwa ,semua nyawa,dengan sirnanya nestapa. ج َ األر ذاك حميا فاقصد * ً أبدا ميح أرج وهلا Wa lahaa arujun muhyin abadan + faqshid mahyaa dzaakal arajii. Fawaid itu memiliki semerbak harum yang menghidupi selamanya. Maka rengkuhlan sumber kesemerbakan,tinggali tempatnya.
View PDFchevron_right
Konsep Al-Muwalah Dan Analisis Corak Tafsir Al-Munir
Triansyah Fisa
BASHA'IR: JURNAL STUDI AL-QUR'AN DAN TAFSIR
This article discusses the concept of al-muwalah and the style of interpretation of al-Munir by Wahbah az-Zuhayli. The method used is a qualitative descriptive approach with an interdisciplinary interpretation study approach. The primary source for the discussion of this article is al-Munir's interpretation which was obtained from the library. The finding of this article is that az-Zuhayli's interpretation of the concept of al-muwalah shows a comprehensive style of interpretation with multi-disciplinary approaches. The interpretation of the verses on the concept of al-Muwalah by az-Zuhayli reflects that his interpretation is not only traditional, but also contains dynamic, tolerant, moderate, and humanist principles. The article also concludes that al-Munir's interpretation is included in the category of literary interpretation (al-adabi waal-ijtima'i), not the interpretation of socio-political movements (Adab-ijtima'i-siyasi-haraki).
View PDFchevron_right
Wawasan Al-Qu’Ran Tentang Mutmainnah
abdul kallang
Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan
The concept of mutmainnah is the serenity that continues through dhikrullahwhich is accompanied by knowledge and awareness of the majesty of AllahAlmighty. The heart of a believer will always be calm and serene under anycircumstances, that is, when he is struck by calamity he is patient, and whenhe receives mercy or pleasure he is not arrogant in competing to give thanksto Allah SWTKeywords : mutmainnah, dhikrullah, patient.Abstrak
View PDFchevron_right
PEMIKIRAN TEOLOGI AL-KHAWARIJ DAN AL-MURJI'AH
bos jack
hwhjw
View PDFchevron_right
Metode Muhammad Al-Ghazali dalam Menggali Maqasid Al-Qur'an
Assoc. Prof. Dr. Abdul Mufid, Lc., M.S.I.
El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 2020
This study aims to explore the main milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the Qur'anic maqasid by answering a number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method in approaching the Qur'anic maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the advantages and characteristics of the method? What are the main features? How far the method was successfully applied in several studies and studies of the Koran. This research aims to explore the main milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the Qur'anic maqasid by answering a number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method in approaching the Qur'anic maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the advantages and characteristics of the method? What are the main features? How far the method has been successfully applied in several studies and studies of the Koran. The result s showed that al-Ghazali o...
View PDFchevron_right
Hermeneutika al-Qur'an "mazHab YogYa" (telaah atas teori ma'na> -Cum-maghza> dalam Penafsiran al-Qur'an
Kang Jecky
This article tries to discuss the discourse of the application of hermeneutics in Qur'anic studies, as seen in the theory of ma'na> -cum-maghza> offered by Muslim scholars in Yogyakarta. It argues that even though the effort of those who initiate the incorporation of hermeneutics to Qur'anic studies needs to be appreciated, its use as an approach to interpret the Qur'an is problematic. Taking into account its assumptions and implications, hermeneutics is not appropriate to be applied in the study of the Qur'an as it leads to confusion and doubt. The main issue is that hermeneutics departs from skepticism and relativism, equates the Qur'an with other texts, and produces uncertainty in meanings and relative-tentative interpretations.
View PDFchevron_right
Konsep Mudzakkar dan Muannats pada Kitab Al-Mufashshal Karya Az-Zamakhsyari
Yusuf Haikal
Shaut al Arabiyyah, 2021
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengkaji mengenai konsep mudzakkar dan muannats yang digagas oleh Az-zamakhsyari dan diperjelas oleh Ibn Ya'isy dalam kitab al-Mufashshal dan syarach al-Mufashshal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pustaka atau library research, dengan sumber data primer berupa buku al-mufashshal yang ditulis oleh Zamakhsyari dan juga buku syarach almufashshal oleh Ibn Ya'ῑsy. Adapun sumber data sekunder berupa jurnal, buku, artikel yang membahas mengenai konsep mudzakar dan muannats dalam bahasa Arab dan segala yang berkaitan dengannya. Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa perbedaan antara mudzakkar dan muannats ada pada tanda-tanda tertentu yang melekat pada kata tersebut. Mudzakkar adalah kata yang tidak memiliki salah satu dari tiga tanda femina, yaitu charf ta', alif, dan ya', adapun muannats maka pengertiannya adalah kebalikan dari mudzakar, yakni kata yang memiliki salah satu dari tiga tanda femina. Dalam hal ini, mudzakkar tidak butuh tanda untuk menunjukkan kemaskulaannya sedangkan muannats butuh tanda untuk menunjukkan kefeminimannya. Berdasarkan keasliannya, muannats dibagi menjadi dua, yakni chaqīqī dan majāzī. Tanda ta'nits yang paling sering muncul adalah ta', ta' sendiri memiliki banyak sekali fungsi selain sebagai pembeda gender. Terakhir, alif yang berfungsi untuk menjadi tanda muannats ada dua, yaitu alif maqshūrah dan alif mamdūdah. Adapun bentuk ism yang diakhiri dengan alif maqshūrah sebagai tanda ta'nits ada dua macam, yaitu, ism yang khusus sebagai muannats, dan ism yang musytarak (bisa muannats ataupun mudzakar).
View PDFchevron_right